Jumat, 26 November 2010

Analisis kandungan Jamu Sesak Napas


ANALISIS KANDUNGAN SEDIAAN JAMU SERBUK SESAK NAPAS (PT. Nyonya Meneer Semarang)

Oleh    :
1.      Yuliana Pravitasari                             


2.      Saswi Lusita                                      

                                          3.      Yanuar                                                          


4.      Annas                                                



 
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Obat tradisional menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik nomor 179/Men Kes/Per/VII/76 didefinisikan sebagai obat jadi atau obat terbungkus yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman.
Pada perkembangan selanjutnya, Hargono(1986) membagi obat tradisional, atas dua kelompok yaitu kelompok jamu dan kelompok fitoterapi. Keduanya dibedakan atas pengujian khasiatnya. Obat tradisinal kelompok jamu khasiatnya masih sepenuhnya didasarkan kepada pengalaman turun temurun. Sedangkan obat tradisional kelompok fitoterapi khasiatnya sudah jelas melalui suatu uji kemanfaatannya.
Pada saat ini di indonesia obat tradisioal yang beredar di pasaran lebih banyak jenisnya pada kelompok jamu dibanding kelompok fitoterapi. Salah satu jenis jamu tersebut adalah jamu asma. Sesuai dengan namanya jamu ini digunakan untuk pengobatan penyakit asma oleh masyarakat.
Dewasa ini penderita penyakit asma semakin meningkat di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini didukung oleh adanya peningkatan angka yang cukup signifikan pada data penggunaan obat asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran napas. Inflamasi kronik ini disebabkan oleh hiperresponsif saluran napas terhadap berbagai rangsangan dengan gejala eksaserbasi yang berulang dan penyempitan saluran napas yang reversibel (Melintira dkk, 2003).
Pengobatan asma bronkiale biasanya menggunakan obat-obat antara lain bronchodilator, anti alergi(anthistamin), natrium kromolin dan juga senyawa kortikosteroida. Pengobatan asma dengan jamu, walaupun banyak dilakukan oleh masyarakat, tetapi belum ada data-data yang menunjukkan mekanisme kerjanya atau efeknya secara pasti. Selain itu, saat ini banyak produsen jamu yang memalsukan produk jamunya. Memalsukan disini dapat berarti tidak menambahkan bahan baku sesuai dengan komposisi yang tertulis di kemasan ataupun mengurangi jumlah bahan baku yang terkandung didalamnya sehingga tidak sesuai dengan angka yang tercantum di kemasan. Selain itu dimungkinkan juga jumlah bahan baku sudah benar namun kadar zat aktif yang terkandung kurang dari yang seharusnya. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya efikasi jamu tersebut dalam terapi asma. Dari uraian diatas, maka timbul pertanyaan apakah jamu anti asma/sesak napas yang beredar dipasaran mempunyai aktifitas penghambatan kontraksi saluran pernapasan pada penderita asma ekstrinsik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk hal tersebut di atas.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apakah komposisi jamu serbuk PT. Nyonya Meneer cukup rasional untuk pengobatan asma?

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui apakah  komposisi jamu serbuk PT. Nyonya Meneer cukup rasional untuk pengobatan asma.

D.    Tinjauan Pustaka
1. Jamu Sesak Napas PT. Nyonya Meneer
a. Komposisi Jamu Sesak Napas
Cardamami Fructus                 6 %
Messuae Flos                           8 %
Cubebae Fructus                     20 %
Curcumae Rhizoma                 45 %
Dan bahan-bahan lain             21 %


b. Khasiat dan kegunaan (Indikasi) Jamu Sesak Napas
Untuk asma, batuk sesak atau bengek. Batuk karena badan lemah, tidak tahan angin malam, banyak pikiran, sering marah atau badan terlalu berat bekerja.

c. Cara Pemakaian Jamu Sesak Napas
Orang dewasa minum tiap hari 2-3 bungkus. Sekali minum disedu sebungkus disedu dengan air panas (matang) setengah gelas (100 cc), beri sedikit air jeruk nipis dan gula, minum bersama ampasnya.
Anak-anak : minum setengah bungkus hingga sembuh.

2. Asma/Sesak Napas
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran napas. Inflamasi kronik ini disebabkan oleh hiperresponsif saluran napas terhadap berbagai rangsangan dengan gejala eksaserbasi yang berulang dan penyempitan saluran napas yang reversibel seperti yang terlihat dalam gambar 1 (Melintira dkk, 2003).
Faktor pencetus serangan asma oleh Serafin (1985) disebutkan sebagai berikut :

1.      Alergi
Benda asing yang disebut alergen seperti debu rumah, bulu binatang, tepung sari kapuk,  makanan dan obat merupakan penyebab timbulnya alergi. Selain masuk melalui saluran napas, alergen dapat pula masuk melalui pencernaan  atau kontak langsung dengan kulit. Pada penderita asma, kontak langsung dengan kulit ini dapat menyebabkan asma, sedangkan pada orang yang bukan penderita asma tidak berpengaruh.

2.      Infeksi
Infeksi saluran napas merupakan faktor pemicu yang sering terjadi terutama pada anak-anak. Bakteri dan virus yang menginfeksi ini dapat dengan mudah berpindah  dari satu orang ke orang lain sehingga asma yang disebabkan oleh infeksi ini mudah sekali menular seperti halnya influenza.

3.      Gas
Asap(termasuk asap rokok), minyak wangi, obat nyamuk, deodorant, perubahan cuaca, dan uap perangsang lainnya merupakan faktor pencetus yang sangat potensial untuk menimbulkan serangan asma.

4.      Kelelahan
Sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Setelah melakukan kegiatan fisik yang membutuhkan banyak energi, umumnya para penderita asma akan mengalami kesusahan dalam bernapas, sehingga muncullah asma.

Patogenesis asma bronkial dapat terjadi berdasarkan proses imun. Kelainan yang dimulai dengan masuknya alergen ke dalam saluran napas. Pada penderita asma alergen tadi akan merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi jenis IgE. Ig ini kemudian menempel pada permukaan sel mast yang terdapat di sepanjang saluran napas dan kulit. Ikatan ini akan mencetuskan serangkaian reaksi dan menyebabkan pelepasan mediator kimia seperti histamin, leukotrien, prostaglandin, Eosinophil Chemotactic Factor of Anaphylaxis (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Faktor (NCF), dan lain-lain. Mediator kimia inilah yang menyebabkan bronkokontriksi, edema, hipereaksi kelenjar-kelenjar submukosa dan infiltrasi sel radang di saluran napas. Gejala yang timbul  dapat berupa asma akut fase cepat atau lambat atau bahkan asma kronik. (Baratawidjaja, 1990)
Tidak semua asma dapat diterangkan berdasar proses imun, misalnya asma yang ditimbulkan oleh stimulasi non antigenik seperti hawa dingin, emosi, inhalasi metakolin, latihan fisik, dan sebagainya. Faktor-faktor ini akan menyebabkan bronkokonstrikisi secara reflek. Dalam proses ini reseptor akan bereaksi lebih kuat terhadap rangsang yang disebut diatas dan menyebabkan rangsangan vagus yaitu menyebabkan pelepasan asetilkolin yang menstimulasi otot polos bronkus. Pada saat yang sama kemungkinan terjadi juga degranulasi mastosit. Karena itu mekanisme lain yang diajukan adalah adanya disfungsi atau ketidakseimbangan sistem saraf otonom oleh karena adanya peningkatan sensitifitas sistem kolinergik α atau karena adanya blokade respon adrenergik β (Mutschler, 1991).
Pengobatan asma menurut Tan dan Rahardja (1978) dibagi dalam dua kategori yaitu pengobatan jangka panjang (menahun) dan pengobatan jangka pendek. Dalam pengobatan jangka panjang harus diusahakan supaya sejauh mungkin penderita dihindarkan dari zat-zat alergen terhadap mana ia memiliki suatu kepekaan yang berlebihan dengan jalan desensibilitasi. Karena adanya banyak faktor yang menyebabkan penyakit asma bronkial, maka jelaslah bahwa pengobatannya sangat individu.
Pengobatan asma jangka pendek dibagi dalam beberapa golongan yaitu bronkodilator, anti alergi, korikosteroid, ekspektoransia.


3. Uraian Tanaman
a.      Buah kemukus (Cubebae Fructus)
1)      Deskripsi Tanaman
Kedudukan tanaman kemukus dalam ilmu sistematika tumbuhan menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah:
Kingdom                                 : Plantae
Divisi                                       : Spermatophyta
Anak Divisi                             : Angiospermae
Kelas                                       : Dicotyledonae
Bangsa                                                : Piperales
Suku                                        : Piperaceae
Marga                                      : Piper
Jenis                                        : Piper cubeba L.f

 Morfologi Tanaman Kemukus
Tanaman kemukus atau P. cubeba adalah tanaman yang berasal dari Indonesia, paling banyak dipanen di pulau jawa dan pulau lainnya, namun yang dibudidayakan di afrika dan di daerah Kongo. Kemukus yang biasanya keriput berwarna coklat-kelabu, bergaris tengah kira-kira 5 mm, dan mempunyai dasar seperti tangkai (Stahl, 1985).
Tumbuh-tumbuhan memanjat. Batang panjang 3-15 m. Daun berseling atau tersebar, bertangkai, dengan daun penumpu yang cepat rontok, dan meninggalkan bekas yang berbentuk cincin. Helaian daun bulat telur atau bulat telur memanjang, dengan ujung meruncing dan menyempit, 8-15 kali 2,5-9 cm, dibagian bawah dengan kelenjar kecil yang tenggelam. Daun pelindung memanjang sampai bulat telur terbalik. Bulir betina kerap kali bengkok. Kepala putik 3-5. bagian yang berbentuk tangkai pada buah buni 3-15 mm panjangnya, di atasnya bentuk bola, diameter 6-8 mm. Biji bentuk bulat.

2)      Kandungan
Buah kemukus mengandung minyak atsiri 10-20 %, asam kubebat lebih kurang 1%, damar 2,5-3,5 %, kubebin 0,3-3%, piperin 0,1-0,4%, gom, pati dan minyak lemak, di samping saponin dan flavonoid (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Kubebin
Kubebin adalah senyawa lignan yang terkandung dalam Piper cubeba. Kubebin, C20H20O6 adalah senyawa yang tidak berbau berbentuk kristal jarum kecil, yang melebur pada suhu 132º C (Sudarsono,1996).

Pelarut yang dapat melarutkan kubebin adalah kloroform dan eter. Pada proses oksidasi, dia akan terurai menjadi cubebinolide, yang identik dengan hinokinin, yaitu suatu senyawa resin fenolik alami.  Sedangkan cubebic acid adalah senyawa amorf berwarna putih dan memiliki nilai terapi 1-3 % dari seluruh biji kemukus, tergantung kadarnya. (Sudarsono, dkk., 1996).

3)      Efek farmakologis
Berdasarkan hasil penelitian Sri Purwaningsih (1989), buah P. cubeba terbukti dapat berkhasiat sebagai stimulan membran mukosa bronki dan dapat merelaksasi otot polos bronkus yang mengalami kontraksi. Kegunaan buah kemukus lain dapat digunakan sebagai desinfektan saluran kencing, karminatif, ekspektoran pada bronkhitis (Stahl, 1885), selain itu digunakan  juga sebagai obat sesak nafas, penghangat badan dan penghilang bau mulut (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), serta mempunyai akivitas antiseptik yang cukup kuat terhadap penyakit disentri dan gonorrhoe (Clarke, 2000). Telah dilaporkan juga bahwa kemukus juga berguna sebagai peluruh air seni, peluruh air liur, pencegah mual dan peluruh angin perut (Mulyani dan Gunawan, 2000). Dari penelitian yang dilakukan Wahyuono,dkk (1999) diketahui bahwa kubebin mempunyai aktivitas sebagai trakeospasmolitik yang dapat bermanfaat dalam pengobatan asma.

b.      Buah Kapulaga (Cardamomi Fructus)
1)      Deskripsi Tanaman
Kedudukan tanaman kemukus dalam ilmu sistematika tumbuhan menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah:
Kingdom                                 : Plantae
Divisi                                       : Spermatophyta
Anak Divisi                             : Angiospermae
Kelas                                       : Monocotyledonae
Bangsa                                                : Zingiberales
Suku                                        : Zingiberaceae
Marga                                      : Amomum
Jenis                                        : Amomum cardamomum Willd.
Sinonim
Amomum kapulaga Sprague
Amomum compactum Solad ex Maton
Alpinia striata Horst.
Cardamomum minum Rumph
Elettaria cardamomum Maton
Elettaria major Smith
Nama daerah
• Kapulaga, Kardamon (Aceh, Melayu)
• Palago, Pelaga, Puwar (Minangkabau)
• Kapol, Kapol sebrang, Pelaga (Sunda)
• Kapulogo, Kapulogo sabrang, Pulogo, Kapol sabrang (Jawa)
• Kapolagha, palagha (Madura)
• Kapolagha, korkolaka (Bali)
• Gandimong (Bugis)
• Gardamungu
• Pelaga (Malaysia)
• Luk grawan (Thailand)
• Cardamom (Inggris)
     
Deskripsi tumbuhan
Tumbuhan berupa herba tahunan, tingginya dapat mencapai 1 – 5 meter. Tumbuh bergerombol, membentuk banyak anakan. Batang semu yang tersusun oleh pelepah- pelepah daun, berbentuk silindris, berwarna hijau. Umbi batang agak besar dan gemuk. Daun tunggal, tersebar, berwarna hijau.tua. Helai daun licin atau agak berbulu, berbentuk lanset atau tombak, dengan pangkal dan ujung runcing, dan tepi daun rata. Panjang daun sekitar 30- 60 cm, dan lebarnya 10-12 cm. Pertulangan menyirip. Tangkai daun sangat pendek. Panjang pelepah dan tangkai daun sekitar 1-1,5 meter. Antara palepah dan helai daun terdapat lidah yang ujungnya tumpul, panjang sekitar 0,5 cm. Perbungaan berupa bulir (bongkol) yang kecil terletak di ujung batang, berwarna putih atau putih kekuningan. Tangkai bunga muncul dari umbi batang, menjuntai, ramping. Kelopak panjang, lebih kurang 1-1,5 cm, berbulu, berwarna hijau. Bunga berwarna putih.bergaris-garis lembayung, dengan warna kemerah-merahan di bagian tengahnya. Mahkota berbentuk tabung, panjang 1-1,5 cm, berwarna putih atau putih kekuningan. Taju biasanya lebih panjang dari tabungnya. Bibir bunga berwarna biru berlajur putih, tepinya kuning. Benang sari panjangnya 1-1,5 cm, kepala sari bentuk elips, panjang sekitar 2 mm. Tangkai putik tidak berbulu, kepala putik berbulu, berbentuk mangkok. Buahnya berupa buah kotak, terdapat, dalam tandan kecil-kecil dan pendek. Buah bulat memanjang berlekuk, bersegi tiga, agak pipih, kadang-kadang berbulu, berwarna putih kekuningan atau kuning kelabu. Buah beruang 3, setiap ruang dipisahkan oleh selaput tipis setebal kertas. Tiap ruang berisi 5-7 biji kecil-kecil, berwarna coklat atau hitam, beraroma harum yang khas. Dalam ruang biji-biji ini tersusun memanjang 2 baris, melekat satu sama lain. Akar serabut, berwarna putih kotor. Rimpang bulat panjang, bercabang simpodial, berwarna putih kekuningan. Pada awalnya cabang-cabang rimpang ini dibungkus oleh sisik-sisik yang pendek. Semua bagian dari tumbuhan ini berbau harum.
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS, 2009)

2)      Kandungan
Buahnya mengandung minyak atsiri yang terutama mengandung sineol, terpineol, dan borneol. Kadar sineol dalam buah lebih kurang 12 %. Disamping itu buah kapulaga banyak mengandung saponin, flavnoida, senyawa- senyawa polifenol, mangan, pati, gula, lemak, protein dan silikat. Biji mengandung 3 - 7 % minyak atsiri yang terdiri atas terpineol, terpinil asetat, sineol, alfa borneol, dan beta.kamfer. Di samping itu biji juga mengandung minyak lemak, protein, kaisium oksalat dan asam kersik. Dengan penyulingan dari biji diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum Cardamomi, yang digunakan sebagai stimulans dan pemberi aroma. Rimpangnya mengandung saponin, flavonoida dan polifenol, disamping juga minyak atsiri.
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS, 2009)

3)      Efek farmakologis
Buahnya dipergunakan untuk bahan penyedap dan penyegar makanan dan minuman. Buah juga berkhasiat menghilangkan rasa gatal pada tenggorokan, sebagai obat batuk, dan obat sakit perut.
Sifat khas Pahit, menghangatkan, dan membersihkan darah. Khasiat Ekspektoran dan karminatif. Penelitian Datten Bangun, Semin Tarigan, Nazaruddin Umar, dkk. Bagian Farmakologi, FK USU dan Jurusan Farrnasi, FMIPA USU. Telah melakukan penelitian infus rimpang Kapulaga terhadap efek analgesik pada mencit. Dari hasil penelitian tersebut ternyata infus 10% dengan takaran 10 ml/kg bb, telah menunjukkan efek analgesik. Semakin besar takarannya, semakin besar perpanjangan waktu reaksi (PWR).
Biji yang diambil dari tumbuhan sebelum buah masak benar, dapat dimanfaatkan sebagai obat. Dalam dunia obat-obatan biji yang telah dikeringkan dinamakan semen cardamomi. Selain bijinya, yang digunakan untuk obat adalah bagian akar, buah, dan batangnya. Kapulaga mengandung minyak atsiri, sineol, terpineol, borneol, protein, gula, lemak, silikat, betakamfer, sebinena, mirkena, mirtenal, karvona, terpinil asetat, dan kersik. Dari kandungan tersebut kapulaga memiliki khasiat sebagai obat batuk. Kapulaga juga memiliki khasiat untuk mencegah keropos tulang.

c.  Bunga Nagasari (Messuae Flos)
1)      Deskripsi Tanaman
Kedudukan tanaman nagasari dalam ilmu sistematika tumbuhan menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah:
Kingdom                                 : Plantae
Divisi                                       : Spermatophyta
Anak Divisi                             : Angiospermae
Kelas                                       : Dicotyledonae
Bangsa                                                : Parietales
Suku                                        : Guttiferae
Marga                                      : Messua
Jenis                                        : Messua ferrea L.
Nama Daerah:
Penaga lilin (Melayu)
:Nagasari gede (Sunda)
 Nagasari (Jawa)
Deskripsi Tanaman:

Habitus
Batang

Daun

Bunga


Buah
Biji
Akar


:    Pohon, tingi ± 7 m.
: Tegak, berkayu, keras, bulat, beralur, percabangan       simpodial, coklat.
: Tunggal, seling berhadapan, lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, hijau.
: Tunggal, berkelamin dua, di ujung batang dan di ketiak daun, benang sari putih, kepala sari melekat pada pangkal, putik dua, mahkota empat, putih.
:    Kotak. bulat panjang, panjang 3-5 cm, putih kotor.
:    Keras, bulat telur, hitam.
:    Tunggang, coklat.




2)      Kandungan
Biji, kulit batang dan daun Messua ferrea mengandung saponin, biji dan kulit batangnya juga mengandung flavonoida dan tanin, kulit batang serta daunya juga mengandung polifenol.

3)         Efek farmakologis
Mesua ferrea atau nagasari memiliki khasiat antara lain  sebagai  analgetik (Hassan,2006 ) selain itu juga berfungsi sebagai antimicrobial (Yeasmin, 2004 ).

d.      Rimpang Temulawak (Curcumae Rhizoma)
1)       Deskripsi Tanaman
Kedudukan tanaman kemukus dalam ilmu sistematika tumbuhan menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah:
Kingdom                                 : Plantae
Divisi                                       : Spermatophyta
Anak Divisi                             : Angiospermae
Kelas                                       : Monocotyledonae
Bangsa                                                : Zingiberales
Suku                                        : Zingiberaceae
Marga                                      : Curcuma
Jenis                                        : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Nama daerah
Jawa Barat (koneng gede)
Madura (temu lobak/temu latah)
Jawa tengah (Temu lawak)
Deskripsi Tanaman
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2 cm dan lebar 1 cm.
     

2)      Kandungan
Temulawak mengandungi komponen berkhasiat, seperti  kurkuminoid & minyak atsiri (3-12%). Pati temulawak terdiri dari  abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan & kadmium.

3)      Efek Farmakologis
Efek analgesik
Yamazaki (1987, 1988a) melaporkan bahwa ekstrak metanol temulawak yang diberikan secara oral pada tikus percobaan, dinyatakan dapat menekan rasa sakit yang diakibatkan oleh pemberian asam asetat. Selanjutnya, Yamazaki (1988b) dan Ozaki (1990) membuktikan bahwa germakron adalah zat aktif dalam temulawak yang berfungsi menekan rasa sakit tersebut.
Efek antihelmintik
Pemberian infus temulawak, temu hitam dan kombinasi dari keduanya dalam urea molasses block dapat menurunkan jumlah telur per gram tinja pada domba yang diinfeksi cacing Haemonchus contortus (Bendryman dkk. 1996).
Efek antibakteri/antijamur
Dilaporkan bahwa ekstrak eter temulawak secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan jamur Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol violaceum (Oehadian dkk. 1985). Minyak atsiri Curcuma xanthorrhiza juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara kurkuminoid Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya hambat yang lemah (Oei 1986a).
Efek antidiabetik
Penelitian Yasni dkk. (1991) melaporkan bahwa temulawak dapat memperbaiki gejala diabetes pada tikus, seperti : growth retardation, hyperphagia, polydipsia, tingginya glukose dan trigliserida dalam serum, dan mengurangi terbentuknya linoleat dari arakhidonat dalam fosfolipid hati. Temulawak khusus-nya merubah jumlah dan komposisi fecal bile acids.
Efek antihepatotoksik
Pemberian seduhan rimpang temulawak sebesar 400, 800 mg/kg selama 6 hari serta 200, 400 dan 800 mg/kg pada mencit selama 14 hari, mampu menurunkan aktivitas GPT-serum dosis hepatotoksik parasetamol maupun mempersempit luas daerah nekrosis parasetamol secara nyata. Daya antihepatotoksik tergantung pada besarnya dosis maupun jangka waktu pemberiannya (Donatus dan Suzana 1987).
Efek antiinflamasi
Oei (1986b) melaporkan bahwa minyak atsiri dari Curcuma xanthorrhiza secara in vitro memiliki daya antiinflamasi yang lemah. Sementara Ozaki (1990) melaporkan bahwa efek antiinflamasi tersebut disebabkan oleh adanya germakron. Selanjutnya, Claeson dkk. (1993) berhasil mengisolasi tiga jenis senyawa non fenolik diarylheptanoid dari ekstrak rimpang temulawak, yaitu : trans-trans-1,7-difenil-1,3,-heptadien-4-on (alnuston); trans1,7-difenil-1-hepten-5-ol, dan trans,trans-1,7-difenil-1,3,-heptadien-5-ol. Ketiga senyawa tersebut dinyatakan mempunyai efek antiinflamasi yang nyata terhadap tikus percobaan.
Efek antioksidan
Jitoe dkk. (1992) mengukur efek antioksidan dari sembilan jenis rimpang temu-temuan dengan metode Thiosianat dan metode Thiobarbituric Acid (TBA) dalam sistem air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyata lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis kurkuminoid yang diperkirakan terdapat dalam temulawak. Jadi, diduga ada zat lain selain ketiga kurkuminoid tersebut yang mempunyai efek antioksidan. Selanjutnya, Masuda dkk. (1992) berhasil mengisolasi analog kurkumin baru dari rimpang temulawak, yaitu: 1-(4-hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4 hidroksi-3-metoksifenil)-(1E. 6E.)-1,6-heptadien-3,4-dion. Senyawa tersebut ternyata menun-jukkan efek antioksidan melawan oto-oksidasi asam linoleat dalam sistem air-alkohol.
Efek antitumor
Itokawa dkk.(1985) berhasil mengisolasi empat senyawa sesquiterpenoid bisabolan dari rimpang temulawak, yaitu � -kurkumen, ar-turmeron, � -atlanton dan xanthorrizol. Sebagian besar dari zat tersebut merupakan senyawa antitumor melawan sarcoma 180 ascites pada tikus percobaan. Efektivitas antitumor dari senyawa tersebut adalah: (+++) untuk kurkumen, (++) untuk ar-turmeron, dan (++) untuk xanthorrizol. Sementara itu, Yasni (1993b) melaporkan bahwa pemberian temulawak dapat mengaktifkan sel T dan sel B yang berfungsi sebagai media dalam sistem kekebalan pada tikus percobaan.
Ahn dkk. (1995) melaporkan bahwa ar-turmeron yang terkandung dalam temulawak dapat mem perpanjang hidup tikus yang terinfeksi dengan sel kanker S-180. Komponen tersebut menunjukkan aktifitas sitotoksik yang sinergis dengan sesquifelandren yang diisolasi dari tanaman yang sama sebesar 10 kali lipat terhadap sel L1210. Disamping itu, kurkumin bersifat memperkuat obat-obat sitotoksik lainnya seperti siklofosfamida, MeCCNU, aurapten, adriamisin, dan vinkristin.

Efek penekan syaraf pusat
Penelitian Yamazaki dkk. (1987, 1988a) menyatakan bahwa ekstrak rimpang temu lawak ternyata mempunyai efek memperpanjang masa tidur yang diakibatkan oleh pento barbital. Selanjutnya dibuktikan bahwa (R )-(-)-xantorizol adalah zat aktif yang menyebab-kan efek tersebut dengan cara menghambat aktifitas sitokrom P 450. Selain xantorizol, ternyata germakron yang terkandung dalam ekstrak temulawak juga mempunyai efek mem perpanjang masa tidur (Yamazaki 1988b). Pemberian germakron 200 mg/kg secara oral pada tikus percobaan dinyatakan dapat menekan hiperaktifitas yang disebabkan oleh metamfe-tamin (3 mg /kg i.p). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pemberian 750 mg/kg germakron secara oral pada tikus percobaan tidak menunjukkan adanya toksisitas letal (Yamazaki 1988b).
Efek diuretika
Penelitian Wahjoedi (1985) menyatakan bahwa rebusan temulawak pada dosis ekuivalen 1x dan 10x dosis lazim orang pada tikus putih mempunyai efek diuretik kurang lebih setengah dari potensi HCT (Hidroklorotiazid) 1,6 mg/kg.
Efek hipolipidemik
Penggunaan temulawak sebagai minuman pada ternak kelinci betina menunjukkan bahwa tidak terdapat lemak tubuh pada karkas dan jaringan lemak di sekitar organ reproduksi (Soenaryo 1985). Adapun penelitian Yasni dkk. (1993a) melaporkan bahwa temulawak menurunkan konsentrasi triglise rida dan fosfolipid serum, kolesterol hati, dan meningkatkan kolesterol HDL serum dan apolipoprotein A-1, pada tikus yang diberi diet bebas koles-terol. Adapun pada tikus dengan diet tinggi kolesterol, temulawak tidak menekan tingginya kolesterol serum walaupun menurunkan kolesterol hati. Dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa kurkuminoid yang berasal dari temulawak ternyata tidak mempunyai efek yang nyata terhadap lemak serum dan lemak hati, maka disimpulkan bahwa temulawak mengandung zat aktif selain kurkuminoid yang dapat merubah metabolisme lemak dan lipoprotein. Selanjutnya Yasni dkk. (1994) membuktikan bahwa kurkumen adalah salah satu zat aktif yang mempunyai efek menurunkan trigliserida pada tikus percobaan dengan cara menekan sintesis asam lemak.
Sementara itu, Suksamrarn dkk. (1994) melaporkan bahwa dua senyawa fenolik diarilheptanoid yang diisolasi dari rimpang temulawak, yaitu : 5-hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-hepten dan 7-(3, 4-dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-(1E)-1-hepten, secara nyata menunjukkan efek hipolipidemik dengan cara menghambat sekresi trigliserida hati pada tikus percobaan.
Uji coba kemanjuran temulawak dilakukan oleh Santosa dkk. (1995). terhadap 33 orang pasien penderita hepatitis khronis. Selama 12 minggu, setiap pasien menerima 3 kali sehari satu kapsul yang mengandung kurkumin dan minyak menguap. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa data serologi (GOT, GPT, GGT, AP) dari 68-77% pasien menunjukkan tendensi penurunan ke nilai normal dan bilirubin serum total dari 48% pasien juga menurun. Keluhan nausea/vomitus yang diderita pasien dilaporkan menghilang. Gejala pada saluran pencernakan dirasakan hilang oleh 43% pasien sedangkan sisanya masih mera sakan gejala tersebut, termasuk 70% pasien yang merasakan kehilangan nafsu makannya.
Efek hipotermik
Pemberian infus temulawak menunjukkan penurunan suhu pada tubuh mencit perco baan (Pudji astuti 1988). Penelitian Yamazaki dkk. (1987, 1988a) menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang temulawak mempunyai efek penurunan suhu pada rektal tikus percobaan. Selanjutnya dibuktikan bahwa germakron diidentifikasi sebagai zat aktif dalam rimpang temulawak yang menyebabkan efek hipotermik tersebut (Yamazaki 1988b).
Efek insektisida
Pandji dkk. (1993) meneliti efek insektisida empat jenis rimpang dari spesies Zingiberaceae yaitu: Curcuma xanthorrhiza, C. zedoaria, Kaempferia galanga dan K. pandurata. Tujuh belas komponen terbesar termasuk flavonoid, sesquiterpenoid, dan derivat asam sinamat berhasil diisolasi dan didentifikasi menggunakan NMR dan Mass spektra. Semua komponen diuji toksisitasnya terhadap larva Spodoptera littoralis. Secara contact residue bioassay, nampak bahwa xantorizol dan furanodienon merupakan senyawa sesquiterpenoid yang paling aktif menunjukkan toksisitas melawan larva yang baru lahir, tetapi efek toksisitas tersebut tidak nyata jika diberikan bersama makanan. Selanjutnya dilaporkan bahwa ekstrak Curcuma xanthorrhiza mempunyai efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III (Wibowo dkk. 1995).
Efek lain-lain
Hasil wawancara dengan 100 orang responden wanita petani menunjukkan bahwa penggunaan temulawak dapat memperbaiki kerja sistem hormonal yang mengontrol metabolisme khususnya karbo hidrat dan asam susu, memperbaiki fisiologi organ tubuh, dan meningkatkan kesuburan (Soenaryo 1985).
Komponen yang terkandung dalam temulawak dinyatakan mempunyai sifat koleretik (Oei 1986a; Siegers et al 1997). Temulawak dilaporkan mempunyai efek mengurangi pengeluaran tinja pada tikus percobaan (Wahyoedi 1980). Ekstrak temulawak tidak menunjukkan efek toksik. Untuk mematikan Libistes reticulatus diperlukan ekstrak Curcuma xanthorrhiza dengan dosis besar (Rahayu dkk. 1992).
Pemberian infus temulawak dinyatakan dapat meningkatkan kontraksi uterus tikus putih (Damayanti dkk. 1995), dapat meningkatkan tonus kontraksi otot polos trachea marmut (Damayanti dkk. 1996), dapat meningkatkan frekuensi kontraksi jantung kura-kura (Damayanti dkk. 1997), dan dapat meningkatkan absorbsi glukosa pada usus halus tikus (Halimah dkk. 1997)








BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

a.       Cardamomi Fructus                         6 %
Penggunaan Cardamomi fructus dalam sediaan serbuk jamu ini karena diambil dari efek menghangatkan badan, ekspektoran, dan mengurangi gatal pada tenggorokan.
Cardamomi fructus mengandung sineol yang berfungsi menghangatkan badan sehingga memberikan rasa nyaman kepada penderita asma. Selain itu Cardamomi fructus juga memiliki sifat sebagai ekspektoran yang akan membantu untuk menghilangkan dahak pada saluran nafas sehingga peredaran udara akan lancar. 

b.      Messuae Flos                                    8 %
Messuae flos dipakai dalam sediaan jamu sesak napas buatan PT. Nyonya Meneer karena diambil efek antimikroba dan analgetika. Antimikroba akan membantu mengurangi adanya infeksi mikrobial yang akan merangsang respon imun yang menyebabkan terjadinya asma.

c.       Cubebae Fructus                              20 %
Piper cubeba dipakai dalam sediaan jamu ini karena sifat trakeospasmolitik yang akan sangat berkhasiat bagi pengobatan asma. Piper cubeba juga dapat dipakai karena khasiat melegakan dari dahak. Selain itu rasa pedas dari cubebae fructus juga akan memberika rasa nyaman pada penderita asma.



d.      Curcumae Rhizoma                          45 %
Penggunaan Curcumae rhizoma pada sediaan jamu asma PT. Nyonya Meneer karena sifat antiiinflamasi, analgetik, antibakteri, dan efek penekan syaraf  pusat yang akan mengurangi batuk.

E. KESIMPULAN
Penggunaan komposisi simplisia dalam sediaan serbuk jamu asma PT. Nyonya Meneer cukup rasional. Hal ini dikatakkan demikian karena pada setiap simplisia yang digunakan pada sediaan jamu antiasma terdapat senyawa yang turut membantu pengobatan asma.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima, 2009, Kapulaga, http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depkes/2-017.pdf, diakses tanggal 21 November 2009.
Anonimb, 2009, http://id.wikipedia.org/wiki/Kapulaga, diakses tanggal 21 November 2009.
Anonimc, 2009, Potensi dan Manfaat Buah Kapulaga, http://ayobertani.wordpress.com/2009/04/18/potensi-dan-manfaat-buah-kapulaga/, diakses tanggal 21 November 2009.
Ahn, Byung-zun; Lee, Yong-Hyung; Oh, Won-Kenn; Baik, Kyung-up; Yung, Sang-Hun. 1995. Ar-turmerone and its analogues: synthesis and anti tumor activity. In: International Symposium on Curcumin Pharmacochemistry, 1995 August 29-31; Yogyakarta. Abstrak.
Bendryman, Sri Subekti; Wahyuni, Retno Sri; Puspitawati, Halimah. 1996. Khasiat rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan temu hitam (Curcuma aeruginosa) dalam urea molasses block (UMB) sebagai obat cacing (anthelmintika) dan pemacu pertumbuhan (feed additive) pada domba. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Claeson, P.; Panthong, A; Tuchinda, P; Reutrakul, V; Kanjanapothi, D; Taylor, W.C.; Santisuk,T. 1993. Three Non Phenolic Diarylheptanoids with anti-inflammatory activity from Curcuma xanthorrhiza. Planta Medica, 59(5): 451-454
Clarke, J. H., 2000, A Dictionary of Practical Materia Medica, www.iscpubs.com , diakses tanggal 3 Maret 2004.
Damayanti, Ratna. 1995. Pengaruh pemberian infus temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhizoma) terhadap kontraksi uterus tikus. Laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Kedokteran hewan, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Damayanti, Ratna; Ma ‘ruf, Anwar; Effendi, Chusnan; Puguh, Kuncoro; Sulian, Nunuk. 1995. Pengaruh pemberian infus temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap kontraksi uterus tikus. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Damayanti, Ratna; Martini, Tri; Ma ‘ruf, Anwar; Hidayati, Nove; Puguh, Kuncoro. 1996. Pengaruh pemberian infus temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap kontraksi tracea marmut. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Damayanti, Ratna; JM, Maryanto; Ma ‘ruf, Anwar; Hidayati, Nove; Puguh, Kuncoro. 1997. Pengaruh pemberian infus temulawak (Curcuma xanthorrhiza rhizome) terhadap kontraksi jantung. Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Donatus, Imono Argo; Susana, Nunung. 1987. Daya antihepatotoksik seduhan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada mencit. Seminar Nasional Metabolit sekunder. Yogyakarta: PAU Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada. Hal 250-256.
Halimah, Eli; Muhtadi, Ahmad; Sumiwi, Sri Adi. 1996. Uji efek dari infus Curcuma xanthorrhiza Roxb. terhadap absorbsi glukosa secara in situ pada tikus. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
Hargono, D., 1986, Tumbuhan Obat Indoesia yang Potensial untuk dikembangkan dalam Fitofarmaka, Buku Panduan Simposium Penelitian Tumbuhan Obat V, Surabaya.
Hassan, Taufiq, M.d., 2006 , Analgesic Activity of Mesua ferrea , University  of Dhaka , Bangladesh.
Imaizumi, Katsumi (suntory Ltd). Lipid metabolism improving agents and food containing curcumene and manufacture of the food. Jpn. Kokai Tokkyo Koho JP 07 20, 149, 628 [95,149,628], 13 Jun 1995, Appl. 93/300,270, 30 Nov 1993; 4 pp. Abstrak.
Itokawa, Hideji; Hirayama, Fusayoshi; Funakoshi, Kazuko; Takeya, Koichi. 1985. Studies on the antitumor bisabolane sesquiterpenoide isolated from Curcuma xanthorrhiza. Chemical and Pharma-ceutical Bulletin, 33(8): 3488-92.
Jitoe, Akiko; Masuda, Toshiya; Tengah, I.G.P.; Suprapta, Dewa N.; Gara, I.W. Nakatani, Nobuji. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts and analysis of the container curcuminoids. J. Agric. Food Chemistry 40 :1337-1340.
Melintira, L., Yunus, F., dan Wiyono, W. H., 2003, Peranan Infeksi Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia Terhadap eksaserbasi Asma, Cermin Dunia Kedokteran, 141, 12
Masuda, Tosyiya; Isobe, Junko; Jitoe, Akiko; Nakatani, Nobuji. 1992. Antioxidative curcuminoide from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 31(10) : 3645-3647.
Mulyani, S., dan Gunawan, D., 2000, Ramuan Tradisional untuk Penderita Asma, 47-49, 105, Penerbit Swadaya, Jakarta.
Oehadian, Hanna; Sjafiudin, Mohamad; Mohamad, Eksan; Nuraini. Efek antijamur dari Curcuma xanthor-rhiza terhadap beberapa jamur golongan Dermatophyta. Dalam: Simposium Nasional Temulawak ; tanggal 17-18 September 1985; Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran. Hal 180­185.
Oei Ban Liang dkk. 1986a. Efek koleretik dan anti kapang komponen Curcuma xanthorrhiza Roxb. dan Curcuma Domestica Val. Laporan Penelitian. PT. Darya Varia Laboratoria.
Oei Ban Liang. 1986b. Penentuan efek antiinflamasi minyak atsiri Curcuma domestica Val dan Curcuma xanthorrhiza Roxb. secara invitro. Laporan Penelitian. PT Darya Varia Labora-toria.
Ozaki, Yukihiro. 1990. Antiinflammatory effect of Curcuma xanthorrhiza ROXB. and its active principles. Chemical Pharmaceutical Bulletin 38(4) : 1045-1048.
Pandji,Chilwan; Grimm, Claudia; Wray, Victor; Witte, Ludger; Proksch, Peter. 1993. Insecticidal constituents from four species of the Zingiberaceae. Phytochemistry 34(2) : 415-419.
Purwaningsih, S., 1989, Pengaruh Ekstrak Kemukus (Piper Cubeba L. F) terhadap Trakea Marmot secara Invitro, Skripsi, 29, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rahayu, Rita D.dkk. 1992. Uji pendahuluan toksisitas ekstrak Curcuma xanthorrhiza Roxb, Curcuma Aeruginosa Roxb, dan Kaempferia Pandurata. Laporan penelitian. Pusat Penelitian dan Pengem bangan Biologi-LIPI.
Soenaryo, Ch. 1985. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai obat untuk memperbaiki kerja fisiologik dan kesuburan pada wanita dan ternak betina. Dalam: Simposium Nasional Temulawak; tanggal 17-18 September 1985; Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran. Hal 146-9.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Diterjemahkan oleh Padmawinata, K., dan Sudiro, I., Edisi II, 206-267, Penerbit ITB, Bandung.

Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Dradjad, M., Wibowo, S., dan Ngatidjan, 1996, Tumbuhan Obat, 112-114, Pusat Penelitian Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suksamrarn, Apichart; Eiamong, Salinee; Piyachaturawat, Pawinee; Charoenpiboonsin, Jinda. 1994. Phenolic diarylheptanoids from Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 36(6) : 1505-1508.
Syamsuhidayat, S. S., Hutapea, J. R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia 1, 456-457, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta.
Wahyuono, S., Mulyono, Wahyono, Mursyidi, A., 1999, Aktivitas Trakeoplasmolitik Buah Piper cubeba L. F., Majalah Farmasi Indonesia, 10(1), 48-56, Yogyakarta.
Yeasmin, Sarmina , 2004 , Antimicrobial Screening Of Cassia Fistula And Mesua Ferrea, Journal of Medical Sciences.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar